28 Des 2011

Telaga sarangan


Telaga Sarangan

Pemandangan Telaga Sarangan akan memanjakan mata, karena Anda dapat melihat telaga yang luas dan pegunungan hijau Sidoramping di sekitar Gunung Lawu yang menjulang tinggi. Ditambah lagi dengan air telaga yang tenang dan menjadi cermin dari pegunungan dan gunung di sekelilingnya. Memandangi deretan pegunungan dan gunung di sini juga membuat perasaan lebih tenang dan damai ditambah dengan udara sejuk pegunungan dengan suhu sekitar 18-23 derajat Celcius. Udara sejuk pegunungan bisa Anda nikmati karena Telaga Sarangan terletak pada ketinggian sekitar 1000 meter dari permukaan laut.


Telaga Sarangan, Magetan, Jawa Timur
Mengelilingi Telaga Sarangan

Di pinggir telaga tersedia sepeda air yang menyerupai bebek dan perahu boat. Ini dapat menjadi sarana bagi Anda yang ingin mengelilingi telaga melalui air. Atau Anda dapat berkeliling menggunakan kuda atau delman yang ditawarkan penduduk sekitar. Pasti hal ini dapat menyenangkan buah hati Anda. Atau bagi Anda yang ingin berolahraga, Anda dapat mengelilingi telaga ini dengan berjalan kaki atau berlari. Anda juga akan menjumpai hutan pinus di lereng pegunungan di sekeliling Telaga Sarangan. Suasana yang sejuk dan indah pasti akan membuat olahraga menjadi menyenangkan.


Air Terjun

Dekat dengan Telaga Sarangan, ada pintu masuk menuju air terjun. Ada tiga buah air terjun yang dapat Anda kunjungi di sini yaitu air terjun Watu Ondo, Pundak Kiwo, dan Jarakan. Di dekat pintu masuk salah satu air terjun ini, ada bekas pesawat yang dijadikan monumen mengingat Kabupaten Sarangan bertetangga dengan Kota Madiun yang adalah Pangkalan Utama AURI.

Jalan menuju air terjun tidak sulit, bahkan setengah perjalanan bisa dilakukan dengan mobil. Perjalanan menuju air terjun akan menjadi perjalanan yang menyenangkan. Anda akan melewati lereng gunung yang digunakan untuk perkebunan. Anda dapat melihat berbagai tanaman sayuran yang mungkin jarang ditemui di kota. Anda juga dapat mencelupkan kaki Anda ke dalam air bening yang dingin dan segar yang digunakan untuk pengairan perkebunan. Hal ini dapat menjadi sarana pembelajaran yang menarik untuk anak Anda.


Sarangan
Sate Kelinci

Setelah puas berkeliling, Anda dapat memesan sate kelinci dan lontong yang banyak ditawarkan di sekeliling telaga ini. Sate yang jarang ditemui di daerah lain ini layak Anda coba, karena dengan daging yang lembut dan empuk dapat membuat Anda ketagihan. Harga yang ditawarkan Rp 7.000 / porsi, harga yang cukup terjangkau untuk kantong Anda. Makanan lain yang dapat dinikmati di sini adalah nasi pecel. Daerah Sarangan bertetangga dengan Kota Madiun yang terkenal dengan bumbu dan sambal pecel. Pecel ini menjadi istimewa karena bumbu kacangnya yang nikmat ditambah aneka gorengan sebagai pelengkapnya.


Hotel dan Penginapan di Telaga Sarangan

Di sekeliling telaga ini, ada banyak sekali hotel kelas melati yang dapat menjadi tempat Anda menginap. Hotel yang saling bersaing ini menawarkan harga yang tidak terlalu mahal. Anda dapat menginap di ruangan dengan 2 kamar tidur, kamar mandi dan ruang tamu dengan harga sekitar Rp 500.000,- untuk semalam. Atau ada juga yang hanya 1 kamar dengan harga yang lebih murah. Tempat penginapan ini juga menyediakan air panas untuk mandi dan untuk minum. Umumnya, hotel melati ini berlantai 2 sehingga Anda dapat leluasa menikmati Telaga Sarangan dengan sudut pandang lebih luas. Anda juga dapat menemukan setidaknya 2 hotel berbintang di sini.


Oleh-oleh dari Telaga Sarangan

Setelah puas berwisata di Telaga Sarangan, sebelum kembali Anda dapat berbelanja oleh-oleh dan cinderamata dari Telaga Sarangan. Anda dapat membeli tas, kaos atau kerajinan tangan lain yang merupakan hasil karya dari masyarakat sekitar.

Dari Telaga Sarangan, jika Anda menuju arah barat atau Jawa Tengah, Anda akan menemukan Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, yang terkenal dengan wisata alam Grojogan Sewu. Sedangkan jika menuju timur, Anda dapat mampir ke Kota Madium membeli oleh-oleh khas Madiun seperti brem dan sambal pecel yang lezat.

Telaga Sarangan yang indah sangat cocok untuk liburan Anda bersama keluarga. Selamat menikmati liburan Anda di Telaga Sarangan, wisata alam yang indah dan mempesona!

Dibalik Mitos Air Terjun Sedudo Nganjuk


Banyak yang menyakini jika air terjun Sedudo mampumembuat awet muda siapa saja yang mandi disana. Ada apa dibalik mitos itu?
Jika kita mendengar wisata air terjun Sedudo yangterletak di Desa Ngliman Kec Sawahan, akan selalumuncul dibenak kita jika air terjun ini mempunyaibanyak khasiat, salah satunya adalah menjadi obat awetmuda. Hal ini banyak diyakini masyarakat sekitar, jugamasyarakat diluar Nganjuk. Terbukti jika wisata airterjun ini tak pernah sepi dari pengunjung. Baik yanghanya sekedar ingin menikmati pemandangannnya yangindah, ataumemang sengaja ingin membuktikan mitos yangbanyak berkembang itu.Namun tak banyak yang tahu apa yang menyebabkan airterjun yang berada di Kab Nganjuk bagian selatan itumempunyai mitos seperti ini. Kalangan sejarah menilai,mitos ini berdasar atas sejarah terbentuknya airterjun itu dan kajian ilmiah.Harimintadji, salah satu tokoh sejarah di Nganjukmengungkapkan ada sejarah dan perkiraan secara ilmiahtentang mitos itu. Dari tinjauan sejarah, saat itu airterjun Sedudo dibuat oleh salah satu tokoh wargasekitar bernama Sanak Pogalan. Ia merupakan petanitebu yang harus menelan kecewa dari peenguasa jamanitu. Karena kekecewaannya inilah, ia kemudian menjadipertama disekitar sumber air terjun Sedudo. Dalamtapanya, ia berniat untuk menenggelamkan Kota Nganjuk dengan membuat sumber air yang sangat besar.
’’Dia bersumpah untuk menggelamkan desanya itu. Dandibuatlah sumber air yang sangat besar,’’ tuturHarmintadji, yang pernah menjabat sebagai Wedoro KabNganjuk itu.Karena kesucian Sanak Pogalan inilah, sebagian wargameyakini jika sumber air terjun Sedudo, mengandungbeberapa khasiat, salah satunya menjadi obat awet muda.
’’Menurut sejarhnya begitu,’’ tambahHarmintadji. Selain tentang sejarah, ia juga menduga jika secarailmiah khasiat obat awet muda dari air terjun Sedudoini bisa diraba. Menurutnya, pada jaman kerajan dulu, ada tokoh bernama Resi Curigonoto yang sengaja mengasingkan diri di atas lokasi air terjun.
Dalam pengasingannya itu, Resi Curigonoto berniat untuk menjadikan hutan itu sebagai kebun rempah-rempah. Karena menganggap jika tanah hutan, bisa menjadi mediayang sangat bagus untuk mengembangkan rempah-rempah yang saat itu menjadi kebutuhan pokok masyarakat. Resi Curigonoto lantas meminta Raja Kerajaan Kediri untukmengirim rempah-rempah ke tempat pengasingannya itu. Namun, tak begitu jauh dari tujuannya, tiba-tibagerobak-gerobak yang mengangkut rempah-renpah iiterguling diantara sumber air terjun Sedudo. ’’Lalurempah-rempah ini tumbuh subur hingga memenuhi hutanyang menjadi tempat sumber air terjun Sedudo,’’tambahnya.Sehingga, lanjut pria yang menjadi pegawai negerisipil (PNS) sejak tahun 1964 itu, air yang mengalir keair terjun Sedudo banyak mengandung rempah-rempah itu.’’Secara otomatis, rempah-rempah ini mampu menjadiobat yang multi khasiat, salah satunya adalah memmbuatwajah tampak bersih. Sehingga kelihatan awet muda,’’katanya.Mitos ini juga sdijunjung tinggi oleh Pemkab Nganjuksendiri. Buktinya, setiap bulan Syuro, Pemkab Nganjukmenggelar ritual ‘Siraman’. Dimana akan banyakmasyarakat Nganjuk yang mandi bersama di lokasi wisataair terjun ini. ’’Memang budaya siraman ini menjadi agenda tahunanPemkab Nganjuk. Selain untuk menarik wisatawan, jugauntuk melestarikan budaya yang sudah ada ratusan tahunsilam itu,’’ kata Ujang Zalkadri , Ka Sub Din Obyekdan Daya Tarik Wisata Disparbuda Nganjuk

Petirtan Jolotundo,Candi peninggalan sejarah yang tak banyak orang tahu….






Petirtan Jolotundo,Candi peninggalan sejarah yang tak banyak orang tahu….
Filed under: fun, news, wisata — 34 Komentar
November 6, 2011

Pintu masuk menuju Candi Jolotundo

Petirtan Jolotundo menjadi salah satu aset sejarah dan wisata bernilai tinggi yang dimiliki Kabupaten Mojokerto. Banyak misteri dan keunikan situs ini yang masih belum diketahui khalayak. Salah satunya adalah kualitas air petirtan yang konon nomor tiga terbaik dunia. Situs Candi Jolotundo, atau yang kerap disebut Petirtan Jolotundo, adalah salah satu peninggalan sejarah kerajaan sebelum Majapahit. Situs berupa candi dengan air yang mengalir dari berbagai sudut candi itu dibuat pada tahun 997 Masehi. Zaman Airlangga pada masa kejayaan Kerajaan Kahuripan.

Candi Petirtan Jolotundo

Konon waktu itu, bangunan berukuran panjang 16,85 meter dengan lebar 13,52 meter dan tinggi 5,2 meter itu menjadi tempat pemandian para petinggi kerajaan. Dalam sejarah disebut, bangunan ini sengaja dibuat Raja Udayana untuk menyambut kelahiran putranya, Prabu Airlangga. Jika dilihat lebih detail, bangunan yang terbuat dari batu andesit ini memang menampakkan keistimewaan. Pahatan relief yang halus, menandakan jika proses pembuatannya membutuhkan tenaga terampil. Juga bentuk bangunan yang terkesan tidak biasa dengan 52 pancuran airnya. Ke 52 pancuran itu memuntahkan air jernih yang tanpa henti meski musim kemarau tiba.

Di sisi kiri dan kanan bangunan bagian atas, terdapat dua kolam kecil yang saat ini dimanfaatkan pengunjung untuk mandi dan berendam. Terpisah untuk pengunjung laki-laki dan perempuan, pengunjung tak diperbolehkan untuk mandi menggunakan shampoo dan sabun. Ini untuk menjaga kemurnian air kolam. Juga untuk menjaga ekosistem ikan-ikan yang berada di bagian bawah kolam pemandian. Berada di lereng gunung Penanggungan, tepatnya di Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, lokasi wisata ini terbilang istimewa. Selain bentuk bangunan candi yang memang tak biasa, juga kualitas air yang dimiliki. Dari dua kali penelitian oleh tim arkeolog dari Belanda, kualitas air petirtan Jolotundo ini telah dibuktikan.

Ada pendoponya, coba lihat kanan kirinya masih hutan perawan bro...

Sayangnya, keistimewaan Petirtan Jolotundo tak banyak dinikmati banyak orang. Terbukti, dalam sebulan, tempat ini hanya dikunjungi sekitar 1.100 orang. Jumlah yang sangat kecil dibanding pesona yang dimiliki sebuah tempat wisata. Memang, banyak kekurangan di sana-sini sehingga tempat ini masih belum memiliki daya tarik untuk dikunjungi wisatawan. Yang pasti tempatnya ini, bisa dibilang menantang cocok untuk dibuat touring. Pasalnya Petirtan ini berada di tengah hutan di lereng gunung penanggungan, jalannya pun masih sebagian saja yang sudah di aspal sisanya berupa makadam yang seakan siap menantang anda untuk menaklukkannya. Ayo monggo siapa yang mau main ke sini…..???

Air terjun Dlundung, Trawas, Mojokerto


Kabupaten Mojokerto dan Pasuruan beruntung punya banyak objek wisata alam di pegunungan. Ini penting sekali bagi orang Surabaya untuk melepas penat setelah kerja keras selama satu minggu. Tiap akhir pekan banyak orang Surabaya yang rekreasi ke pegunungan.

Menghirup udara segar, menikmati alam pegunungan yang sejuk. Maklum, udara di Surabaya sangat panas, bisa tembus 35-37 derajat Celcius pada puncak kemarau. "Akhir pekan kami sekeluarga, kalau gak ada halangan, mesti ke pegunungan," tutur Willy, pengusaha di Surabaya. Naik pegunungan itu bisa berarti Prigen, Tretes, Pacet, Ledok, Pujon, Batu, dan seterusnya.

Salah satu objek pegunungan yang bagus dinikmati adalah air terjun [kerennya: waterfall]. Ada tiga air terjun bertetangga: Kakekbodo, Putuktruno, Dlundung. Nah, Minggu 6 Januari 2007 saya menengok air terjun Dlundung di Trawas, Mojokerto. Ini kali pertama saya ke sana.

Jalan relatif bagus. Dari Sidoarjo [macet di Porong karena lumpur lapindo], Pandaan, masuk Raya Trawas, lalu berbelok ke arah Dlundung. Ada papan nama cukup besar. Para tukang ojek siap memberikan petunjuk kalau kita bingung. Sekira dua kilometer dari jalan raya, menanjak, sampailah di pintu gerbang.

Bayar karcis Rp 3.500 per orang [termasuk asuransi Rp 100]. Ini retribusi untuk Pemerintah Kabupaten Mojokerto. Beda dengan Kakekbodo atau Putuktruno [kedua air tejun ini di Kabupaten Pasuruan], kita bisa bawa kendaraan bermotor hingga di depan air terjun. Parkir, lalu jalan kaki sebentar saja sampai. Tak perlu ngos-ngosan macam di Air Terjun Kakekbodo.

Cipratan air terjun menambah sejuk suasana. Ada sensasi tersendiri. Kita bisa merasakan kebesaran Tuhan, berefleksi, di depan air terjun sekira 50-60 meter itu. Volumenya kecil saja. Suara air yang konstan, menghantam batu-batu gunung, asyik disimak. Di sini tidak begitu ramai karena lokasinya relatif jauh ketimbang Kakekbodo dan Putuktruno.

Saya perhatikan mayoritas pengunjung anak-anak muda. Mereka membawa pasangan [pacar] masing-masing. Bikin acara sendiri-sendiri. Khas anak muda, remaja, yang baru kenal nikmatnya berkasih mesra. "Memang yang datang ke sini umumnya anak-anak muda. Tapi ada juga lho keluarga yang bawa anak-anak," tutur Riyati, pemilik warung. Ibu ini didampingi Lia, anaknya.

"Sampean kok sendiri? Nggak bawa pasangan?" tanya Bu Riyati.

"Maunya sih pacaran, tapi ketuaan," jawab saya sekenanya. Bu Riyati, Lia, dan beberapa pengunjung tertawa lebar. Suasana makin gayeng. Saya pesan mie rebus, teh hangat, untuk sarapan. Lalu, saya bertanya sedikit tentang kondisi wisata alam Dlundung, Trawas, nan alami itu.

Air terjun Dlundung bukanlah objek wisata kemarin sore. Pada era Hindia Belanda lokasi ini sudah sering dikunjungi tuan-tuan dan nyonya-nyonya Belanda untuk rekreasi. Pada 10 Februari 2007, Carolina Lenkiewicz-Andreiessen alias Rieki berkunjung ke rumah Bapak Max Arifin [seniman, tokoh teater Jawa Timur, kini almarhum] dan Ibu Sitti Hadidjah di Mojokerto. Rieki ini anaknya Gerardus Andriessen, arsitek terkenal pada masa penjajahan Belanda.

Gerardus membangun banyak gedung bersejarah di Jawa, salah satunya kantor Gubernur Jawa Timur di Jalan Pahlawan Surabaya. Rieki kebetulan membawa album kenangan semasa di Jawa Timur. Di antaranya, air terjun Dlundung, Trawas, pada tahun 1934. Hebat benar orang Belanda! Dokumen lama pun masih dirawat dengan sangat baik.

Sebaliknya, kita di Indonesia lemah dalam urusan arsip dan dokumentasi macam ini. Bisa saya pastikan, Pemkab Mojokerto tidak punya foto masa lalu Dlundung atau objek wisata lain di Mojokerto. Harus cari di Belanda dulu! Hehehe.....

Membandingkan air terjun Dlundung pada 1934 dan 2008 sungguh jauh berbeda. Di foto lawas itu aliran air sangat deras, tebal. Sekarang saya perkirakan tinggal 20 persen saja. Saya bisa bayangkan betapa gemuruhnya air terjun Dlundung pada masa Hindia Belanda. Sekarang gemuruh itu tak ada. Hanya kecipak-kecipak kecil saja. Kalau tidak dijaga baik-baik, hutan gundul, bisa jadi suatu ketika air terjun ini hilang.

Hampir satu jam saya berada di lokasi air terjun Dlundung. Tak banyak yang bisa digali dari objek wisata alam ini karena petugas maupun pedagang di Dlundung tak punya referensi sejarah. "Saya jualan, jam lima sore pulang," kata Ibu Riyati.

kawa putih ciwidey bandung selatan








Pemandangan Kawah putih (foto ©arie saksono)

Wilayah Kabupaten Bandung memiliki banyak tempat wisata yang menawarkan pemandangan yang indah beserta legenda-legenda yang menarik. Salah satunya adalah Kecamatan Ciwidey yang berada di selatan Kabupaten Bandung. Di kawasan ini terdapat objek wisata menarik yaitu Kawah Putih.
Kawah Putih adalah sebuah danau kawah dari Gunung Patuha dengan ketinggian 2.434 meter di atas permukaan laut dengan suhu antara 8-22°C. Di puncak Gunung Patuha itulah terdapat Kawah Saat, saat berarti surut dalam Bahasa Sunda, yang berada di bagian barat dan di bawahnya Kawah Putih dengan ketinggian 2.194 meter di atas permukaan laut. Kedua kawah itu terbentuk akibat letusan yang terjadi pada sekitar abad X dan XII silam. Kawah Putih ini terletak sekitar 46 km dari Kota Bandung atau 35 km dari ibukota Kabupaten Bandung, Soreang, menuju Ciwidey.
Legenda Kawah Putih

Gunung Patuha konon berasal dari nama Pak Tua atau ”Patua”. Masyarakat setempat sering menyebutnya dengan Gunung Sepuh. Dahulu masyarakat setempat menganggap kawasan Gunung Patuha dan Kawah Putih ini sebagai daerah yang angker, tidak seorang pun yang berani menjamah atau menuju ke sana. Konon karena angkernya, burung pun yang terbang melintas di atas kawah akan mati.


Danau Kawah Putih (foto ©arie saksono)

Misteri keindahan danau Kawah Putih baru terungkap pada tahun 1837 oleh seorang peneliti botanis Belanda kelahiran Jerman, Dr. Franz Wilhelm Junghuhn (1809-1864) yang melakukan penelitian di kawasan ini. Sebagai seorang ilmuwan, Junghuhn tidak mempercayai begitu saja cerita masyarakat setempat. Saat ia melakukan perjalanan penelitiannya menembus hutan belantara Gunung Patuha, akhirnya ia menemukan sebuah danau kawah yang indah. Sebagaimana halnya sebuah kawah gunung, dari dalam danau keluar semburan aliran lava belerang beserta gas dan baunya yang menusuk hidung. Dari hal tersebut terungkap bahwa kandungan belerang yang sangat tinggi itulah yang menyebabkan burung enggan untuk terbang melintas di atas permukaan danau Kawah Putih.


Kawah Putih 1856, Java-Album, Franz Wilhelm Junghuhn

Karena kandungan belerang di danau kawah tersebut sangat tinggi, pada zaman pemerintahan Belanda sempat dibangun pabrik belerang dengan nama Zwavel Ontgining ‘Kawah Putih’. Kemudian pada zaman Jepang, usaha tersebut dilanjutkan dengan nama Kawah Putih Kenzanka Gokoya Ciwidey yang langsung berada di bawah penguasaan militer Jepang.


Tambang belerang peninggalan jaman Belanda & Jepang (foto ©arie saksono)

Di sekitar kawasan Kawah Putih terdapat beberapa makam leluhur, antara lain makam Eyang Jaga Satru, Eyang Rongga Sadena, Eyang Camat, Eyang Ngabai, Eyang Barabak, Eyang Baskom, dan Eyang Jambrong. Salah satu puncak Gunung Patuha yakni Puncak Kapuk, konon merupakan tempat pertemuan para leluhur yang dipimpin oleh Eyang Jaga Satru. Konon, di tempat ini terkadang secara gaib terlihat sekumpulan domba berbulu putih yang oleh masyarakat disebut domba lukutan.


Sesepuh dan Juru kunci Kawah Putih hadir pada Festival Kawah Putih 2010

Danau Kawah Putih memiliki ciri khas dan keunikan tersendiri. Air di danau kawahnya dapat berubah warna, kadangkala berwarna hijau apel kebiru-biruan bila terik matahari dan cuaca terang, terkadang pula berwarna coklat susu. Paling sering terlihat airnya berwarna putih disertai kabut tebal di atas permukaan kawah. Selain permukaan kawah yang berwarna putih, pasir dan bebatuan di sekitarnya pun didominasi warna putih, oleh karena itu kawah tersebut dinamakan Kawah Putih.


Air danau Kawah Putih yang dapat berubah warna (foto ©arie saksono)

Menuju ke Kawah Putih

Sejak tahun 1987 PT. Perhutani (Persero) Unit III Jabar dan Banten mengembangkan kawasan Kawah Putih ini menjadi sebuah objek wisata. Untuk tiket masuk areal objek wisata Kawah Putih, setiap orang dikenakan biaya Rp 10.000,00, (update harga tiket lihat keterangan di bawah) sudah termasuk premi asuransi. Objek wisata Kawah Putih dibuka mulai pukul 07.00 dan tutup pada pukul 17.00, setiap hari Senin sampai dengan Minggu. Fasilitas bagi pengunjung di sekitar Kawah Putih sudah cukup memadai dengan adanya areal parkir, transportasi transit menuju kawah, pusat informasi, mushala, dan warung-warung makanan.


Danau Kawah Putih kadang ditutupi halimun (foto ©arie saksono)

Untuk menuju ke sana, pengunjung dari Jakarta dapat melewati tol Cipularang terus menuju pintu keluar tol Kopo menuju Soreang ke arah selatan ke kota Ciwidey. Sekitar 20 – 30 menit dari kota Ciwidey terlihat tanda masuk menuju gerbang masuk objek wisata Kawah Putih yang ada di sebelah kiri jalan. Untuk menuju Kawah Putih dari gerbang masuk kawasan objek wisata Kawah Putih disarankan menggunakan kendaraan, jangan berjalan kaki karena jalan yang agak menanjak dan cukup jauh, yaitu sekitar 5,6 km atau sekitar 10 – 15 menit dengan kendaraan. Kendaraan pribadi dapat langung menuju tempat parkir luas yang tersedia tidak jauh dari kawah. Sementara pengunjung dengan rombongan besar yang menggunakan bis, atau transportasi umum dapat menggunakan kendaraan khusus yang ada di areal parkir dekat gerbang masuk untuk mencapai kawah dari pintu masuk. Kondisi jalan yang kecil dan menanjak tidak memungkinkan untuk dilalui kendaraan jenis bis besar maupun sedang.

Transportasi umum menuju Ciwidey dari Bandung dapat ditemui di Terminal Kebun Kalapa maupun Leuwi Panjang. Setelah sampai di Kota Ciwidey maka perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan angkutan pedesaan tujuan Situ Patengan. Angkutan pedesaan yang menuju Situ Patengan ini melintasi objek-objek wisata yang ada di kawasan Ciwidey yaitu Perkebunan Strawberry, Kawah Putih, Ranca Upas, & kolam renang air panas Cimanggu. Untuk dapat menjelajahi dan menikmati keindahan alam kawasan Ciwidey dan sekitarnya rasanya tidak cukup hanya satu hari.